Rabu, 03 November 2010

Pemerintah Mesti Atur Kandungan Garam di Dalam Makanan

Singapura (ANTARA/Reuters) - Pemerintah mesti memberlakukan pemantauan atas kandungan garam di dalam makanan guna memerangi penyakit jantung, dan bukan membiarkan produsen makanan mengatur sendiri tingkat kandungan garam itu, demikian hasil satu studi oleh beberapa peneliti di Australia.

Mengonsumsi terlalu banyak garam meningkatkan tekanan darah dan membuat orang menghadapi risiko terserang stroke serta sakit jantung, penyakit kronis yang mengeringkan sumber daya kesehatan masyarakat.

"Jika kita mengandalkan perusahaan untuk secara sukarela mengurangi kandungan garam, memang ada sedikit keuntungan, tapi manfaat dari pengurangan wajib akan 20 kali lebih besar," kata Linda Cobiac dari School of Population Health di University of Queensland di Australia.

Di Australia, 94 persen lelaki dan 64 persen perempuan mengonsumsi lebih banyak garam dibandingkan yang disarankan, kata Cobiac. Studi itu juga menyatakan bahwa sembilan dari 10 orang Amerika juga mengkonsumsi terlalu banyak garam.

"Ketika konsumsi garam terlalu banyak, masuk akal bagi pemerintah untuk melakukan tindakan," kata Cobiac. "Untuk jangka panjang pemerintah bisa menghemat biaya dengan mengurangi kandungan garam di dalam makanan."

Studi tersebut, yang disiarkan Selasa (2/11) di Heart, yang diterbitkan oleh British Medical Journal, memperlihatkan ketika perusahaan makanan mengendalikan kandungan garam, angka sakit jantung dan stroke merosot sampai satu persen, tapi ketika pemerintah memberlakukan peraturan, angka itu turun sebanyak 18 persen.

Mengandalkan orang untuk menerapkan disiplin diri adalah metode yang kurang efektif, untuk mengurangi sakit jantung dan stroke hanya sebanyak 0,5 persen.

Tidak ada komentar: